Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Dukungan dan Penolakan

Wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) selalu muncul saat harga minyak mentah dunia meroket dan seringkali memicu pro kontra. Tetapi perlu disadari bahwa naik tidaknya harga BBM sepenuhnya berada di tangan pemerintah.

Pihak yang kontra, atas nama inflasi dan rakyat miskin menolak keras kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM bersubsidi punya dampak yang jelas, yakni harga-harga kebutuhan pokok ikut merangkak naik. Dalam sistem ekonomi modern, terjadinya perubahan pada harga energi dalam bentuk apapun, akan memengaruhi harga sektor komoditas lain. Yang mengalami pukulan berat dalam setiap kenaikan harga BBM tentu kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kekhawatiran lainnya adalah kenaikan harga BBM akan memicu inflasi tinggi dan inflasi tinggi akan menyengsarakan rakyat miskin, melahirkan orang miskin baru, mendorong pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mengganggu stabilitas ekonomi makro.

Salah satu sikap penolakan terhadap kenaikan harga BBM biasanya ditunjukan dengan melakukan aksi demonstrasi. Para demonstran sering mengatakan bahwa demonstrasinya merupakan bentuk dari aspirasi rakyat, tetapi nyatanya aksi demonstrai tersebut tidak didukung oleh rakyat. Banyak masyarakat malah menentang para demonstran yang melakukan aksi blokade jalan. Masyarakat merasa tidak nyaman dengan adanya demonstrasi tersebut karena mengganggu lalu lintas.

Sedangkan untuk pihak yang pro, mereka memiliki argumen tersendiri seperti anggaran subsidi BBM dinilai sudah sangat tidak sehat sehingga untuk mengurangi besaran subsidi BBM, disarankan agar pemerintah menaikkan harga BBM secara perlahan, bertahap dan konsisten daripada terus melontarkan berbagai skenario pembatasan pemakaian BBM. Pembatasan pemakaian BBM, di samping implementasi di lapangan rumit, juga akan membatasi gerak kegiatan ekonomi masyarakyat.

Kenaikan harga BBM bersubsidi ini tidak terelakan jika melihat kondisi persediaan sumber bahan bakar minyak di Indonesia yang semakin menipis. Ditambah dengan situasi ekonomi dunia yang belum menentu dan kebutuhan pembangunan infrastruktur dalam negeri perlu dibenahi. Jika harga BBM tetap disubsidi, pembangunan infrastruktur dan sektor vital akan terus tertinggal, anggaran negara terbebani dan masyarakat akan hidup tidak realistis

Apa yang perlu dipersiapkan ?

Seperti diberitakan, melalui mekanisme voting, Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2013 (RAPBNP 2013) akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang APBNP 2013. Hal ini sekaligus memastikan bahwa harga BBM bersubsidi akan naik. Terkait kenaikan harga BBM ini, pemerintah telah menyiapkan program kompensasi untuk rakyat miskn yang nilainya sekitar Rp 26,9 triliun. Program tersebut, yakni beras untuk rakyat miskin, beasiswa, program keluarga harapan dan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Program kompensasi ini diharapkan dapat menjawab kekhawatiran masyarakat mengenai pendapat ketika harga BBM dinaikkan maka akan semakin banyak rakyat miskin yang semakin terpuruk dari segi kesejahteraan hidupnya.

Pada saat ini, hanya tinggal menunggu keputusan presiden mulai kapan harga BBM akan dinaikkan. Perdebatan mengenai naik tidaknya harga BBM sudah tidak perlu dibesar-besarkan, yang perlu dilakukan sekarang ini sebaiknya menyiapkan landasan untuk menyikapi kenaikan harga BBM, seperti mengawal secara ketat program kompensasi yang dicanangkan pemerintah. Perhatikan pula pengalokasian APBNP 2013, apakah sudah tepat peruntukannya. Diharapkan sektor-sektor penting dalam kehidupan mendapatkan alokasi dana yang sesuai, contohnya sektor pangan. Pada sektor pangan antara pemerintah dan masyarakat harus bekerja keras bersama-sama guna mewujudkan kedaulatan pangan.

Selanjutnya jika kita masih terus-menerus berbicara mengenai permasalahan kenaikan BBM, maka akan selalu berujung pada sektor anggaran. Kenapa tidak lebih baik sikap kritis kita digunakan untuk mulai melihat kondisi Indonesia sekarang seperti apa.

Dalam The Global Competitiveness Report 2011-2012 yang dipublikasikan oleh World Economic Forum, disebutkan bahwa peringkat Indonesia pada tahun 2012 mengalami penurunan ke peringkat 46, padahal tahun 2011 Indonesia pada peringkat 44 dari 142 negara. Penurunan ini salah satu faktornya adalah disebabkan oleh kurangnya di kalangan masyarakat akan inovasi.

Melihat permasalahan BBM, sebenarnya permasalahan tersebut terkait erat dengan pemenuhan kebutuhan energi nasional. Selama ini dengan adanya BBM bersubsidi, dinilai seolah-olah pemerintah memanjakan masyarakat. Sehingga membuat masyarakat tersebut menjadi malas untuk berinovasi. Padahal sumber energi di Indonesia bukan hanya bahan bakar minyak, tetapi ada energi panas bumi, energi air, energi surya, energi biomassa, energi angin dan biofuel. Dan sumber energi sebanyak itu selama ini belum dimanfaatkan secara baik. Untuk itu, kenapa kita tidak sebaiknya mulai sekarang memberikan dukungan terhadap program diversifikasi energi, pengembangan energi terbarukan, pembangunan infrastruktur dan pembangunan sektor vital lainnya. Dan ketika pemerintah tidak menjalankan program pembanguan tersebut, kita harusnya melakukan protes.

Note: Notulensi dalam kegiatan Energy Talk oleh Komunitas Mahasiswa Sentra Energi - Universitas Gadjah Mada

Untung Waluyo

Untung Waluyo is a BEng candidate from One of Yogyakarta Universites. He is interest in the field of Renewable Energy and Smart House System.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar